Mengajar sebagai karir (Arifah Novia Arifin, S. Pd)

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai butir-butir tujuan pendidikan tersebut perlu didahului oleh proses pendidikan yang memadai. Agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik, maka semua aspek yang dapat mempengaruhi belajar siswa hendaknya dapat berpengaruh positif bagi diri siswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
Diundangkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, maka semakin kuatlah alasan pemerintah dalam melibatkan masyarakat dalam pengelolaan lembaga pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Keterlibatan masyarakat tersebut mencakup beberapa aspek dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan (UU No. 20 Th. 2003, pasal 8), termasuk berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan.
Pemerintah dan pemerintah daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan serta wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggarakannya pendidikan bagi setiap warga Negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Guru sebagai komponen penting dalam sistem pendidikan diharapkan mampu menjadi fasilitator, motivator dan dinamisator dalam proses belajar siswa. Oleh karena itu guru dituntut untuk dapat mempunyai kompetensi dalam dunia pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan kurikulum berbasis KTSP, perlu adanya metode pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu oleh masing-masing guru. Dengan demikian proses belajar mengajar akan berjalan seiring dengan pengembangan aspek-aspek belajar siswa yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor.
Untuk mewujudkan niat baik yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut perlu adanya komitmen dari berbagai pihak, terutama pemerintah dalam mengakomodasikan keinginan para guru dalam pengembangan karier sesuai dengan Pasal 40 ayat (1).c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas .

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimanakah tantangan pengajaran ?
2. Bagaimanakah karakteristik guru?
3. Bagaimanakah mempersiapkan pekerjaan guru?
4. Bagaimanakah persediaan dan permintaan guru?
5. Apakah mengajar sebagai profesi?
6. Bagaimanakah sikap masyarakat tentang guru dan pengajaran?
7. Bagaimanakah kompensasi guru ?
8. Bagaimanakah uji calon guru?
9. Bagaimanakah fleksibilitas gelar pendidikan?

C. TUJUAN
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui tantangan pengajaran.
2. Untuk mengetahui karakteristik guru.
3. Untuk mengetahui mempersiapkan pekerjaan guru.
4. Untuk mengetahui persediaan dan permintaan guru.
5. Untuk mengetahui apakah mengajar sebagai profesi.
6. Untuk mengetahui sikap masyarakat tentang guru dan pengajaran.
7. Untuk mengetahui kompensasi guru.
8. Untuk mengetahui uji calon guru.
9. Untuk mengetahui fleksibilitas gelar pendidikan.

D. MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman penulis dan rekan-rekan mahasiswa mengenai mengajar sebagai karir.
























BAB II
PEMBAHASAN



A. Tantangan Pengajaran
Guru meskipun memiliki kepribadian yang berbeda-beda harus memiliki beberapa ciri yang biasa. Intelegensi yang cerdas, perasaan kasihan, humor, menghormati anak-anak, perasaan kasihan dan sabar menjadi hal yang entin bagi guru yang baik. Ciri yang penting ini sangat biasa. Pada proses mengajar walaupun selalu mengharapkan penghargaan seperti kedewasaan anak dan pelajar psikologi, seperti tekanan sosiologi dalam bekerja di dalam dan diluar kelas. Ini adalah aspek pengetahuan dalam mengajar. Implementasi dalam aspek ini mampu menjadi metode guru untuk menjadi lebih dengan mengabaikan pendapat tentang kepribadian guru. Guru yang menarik memiliki kedewasaan dan meneliti tentang tindakan mengajarnya sendiri yang merupakan seni dan pengetahuan mengajar (Ronald W.R., 1990).
Profesi guru menyebabkan banyak masalah baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan yang melihat guru meskipun sebagai batu lompatan untuk mendapatkan keadaan finansial yang lebih baik atau yang tidak sukses di pekerjaan yang lain. Mereka menjadikan mengajar sebagai alternatif karir. Pada umumnya, sedikitnya ada tipe profesi. Mengajar anak-anak bukan merupakan motivasi yang kuat bagi mereka. Ini tidak dapat dikatakan sebagai antusiasme mereka sendiri untuk mengajar lebih efektif, meskipun keinginan untuk bekerja dengan anak-anak harus menjadi keinginan mereka sebelumnya (Ronald W.R., 1990).
Guru masa depan harus memiliki keinginan untuk mengajar. Mereka harus respek/ menghormati anak-anak dengan perbedaan tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda. Mereka harus memiliki toleransi atas perbedaan-perbedaan tiap individu. Mereka harus menghormati budaya, suku, agam dan ras yang berlainan pada tiap anak-anak, bukan sikap yang munafik, sikap merendahkan diri, rayuan. Diarti yang sama anak-anak akan belajar dari setiap perbedaan yang ada. Menghormati anak-anak bukan berarti harus menyayangi anak-anak tersebut secara berlebihan. Guru harus bekerja dengan mentoleransi dan meghormati lebih daripada yang harus dilakukan dari seorang professional. Menghilangkan kebiasaan dapat dengan mudah melalukan perbaikin diri atas sikap yang kurang dimiliki selama ini (Ronald W.R., 1990).
Jalan untuk mempelajari prospektif guru yang potensial ada dua : pertama, guru harus menjadi atau tinggal belajar. mempelajari adalah hasil. Membaca menjadi bagian dari kehidupan sekolah. Beasiswa adalah gagasan yang alami. Kedua, guru masa depan mencari kesempatan bekerja dengan anak-anak dengan fakta-fakta yang umum. Kesempatan menjadi tutor dan berpartisipasi dalam setiap kesempatan di acara-acara atau even-even yang dilakukan oleh suatu komunitas tertentu. Di lain kata, orang yang tidak memiliki kemampan intelektual dalam berhitung atau fisika walaupun telah berusaha keras, tetapi dia dapat menjadi menarik dengan membantu dan mempengaruhi yang lain (Ronald W.R., 1990).
Seiring itu pula bakat terpendam akan muncul ketika individu mencoba menemukan keahlian mereka dalam mengajar. Ini sangatlah penting untuk memilik kemampuan seperti mengajar sebelum mengambilnya pada tingkat universitas. Sesegera mungkin akan menemukan jalan keluar jika dengan senang hati menginstruksi dengan baik dengan berinteraksidengan tingkat umur yang berbeda. Produktivitas untuk menyipakan guru akan lebih baik. Tak satupun akan terlihat menyedihkan daripada melihat prospektif guru melakukan kesalahan. Karena ketidaktahuan mereka untuk menyukai dan berada di sekitar anak-anak atau anak-anak yang beranjak dewasa. Pengalaman social dapat lebih cepat tahu dengan diri mereka tentang rasa hormat. Berpartisipasi di klub sekolah yang ada hubungannya dengan kegatan belajar, adalah jalan dengan mudah untuk mengajar. Satu jalan yag seperti ini, hanya dengan berbagai pengalaman dapat mengindikasikan kemampuan diri setiap seseorang adalah keahlian yang baik dengan keinginan untuk menjadi guru. Pandanagan guru yang kurang social sebelum tamat sekolah boleh berubah sebagai pilihan karir. Keduanya merupakan karir yang nyaman dan mensejahterakan dengan mengajar anak-anak (Ronald W.R., 1990).
B. Karakteristik guru
Penelitian tentang karakter guru tiaklah efektif dalam melukiskan “Book Model”, guru lainnya tidak dapat dibandingkan. Tidak ada hubungan yang kuat sebelumnya terlihat antara keberhasilan guru dan variable tersendiri seperti intelegensi, pengetahuan, tentang materi pelajaran, persamaan gende, dan kualitas suara.
Menjadi guru adalah sebuah seni, sehingga menjadi guru yang baik itu melibatkan panggilan, kemampuan intelektual dan penguasaan materi, karakter, talenta dan kemampuan berkomunikasi. Dari semua itu yang terpenting dari semua adalah karakter. Ini didukung dengan hasil penelitian di atas tentang guru yang baik (Daniel, 2010).
Hal ini juga ditekankan oleh William White. Ia berkata: “The personality of the teacher is the most important factor in a successful teacher. Teachers don’t need to be extremely bright and highly informed individuals, but they need to be critically thinkers about learning. They need to be caring and concerned as opposed to aloof and book centered, they need to be business-like and orderly as opposed ti being slipshod and careless; and they need to be enthusiastic, surgent, and full of hope as opposed to being dull and boring” (William White, “The Search for the TruthAbout Good Teaching”, hal. 73, 2001 dalam Daniel Ronda 2010).
Hasil penelitian dari Edward Sheffield tentang karakteristik dari guru yang efektif yang sering disebut atau Characteristics of Effective Teachers Most Often Mentioned (Edward Sheffield, Teaching in the Universities-- No One Way, 1974):
1. Menguasai bahan yang diajar dan memiliki kompetensi.
2. Pengajaran dipersiapkan dengan baik dan memiliki organisasi pengajaran secara teratur.
3. Pelajaran harus dihubungkan dengan hal praktis dalam kehidupan sehari-hari.
4. Mendorong murid bertanya dan memberikan opini.
5. Antusias tentang subyek yang diajar.
6. Dapat didekati murid (approachable), bersahabat, terbuka (available).
7. Peduli kepada kemajuan siswa.
8. Memiliki sifat humoris
9. Hangat, baik, simpati.
10. Menggunakan alat-alat atau media secara efektif.
Menurut Daniel (2010), selanjutnya ada penelitian tentang guru yang hebat atau Characteristics of Great Teachers (Lea Ebro, Instructional Behavior Patterns of Distinguished University Teachers, 1977):
1. Tidak menyimpang dari topik yang diajarkan.
2. Tempo berbicara dalam mengajar itu tepat.
3. Guru memakai berbagai variasi dalam strategi instruksional.
4. Tetap pada subyek dan mengembangkannya berdasarkan subyek.
5. Guru memakai humor.
6. Guru bisa “memerintah” kelas, sehingga mereka tertib namun tidak dalam suasana takut dan tertekan.
7. Guru berinteraksi dengan siswa.
8. Guru memberikan tanggapan atas pertanyaan atau jawaban murid.
9. Memberikan respons perbaikan-perbaikan.
10. Menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang analitis dan penggalian.
11. Memuji jawaban yang benar dengan dasar observasi atas jawaban yang benar yaitu memberi penjelasan mengapa jawabannya benar.
12. Membuat suasana kelas yang hangat.
13. Siswa secara bebas dapat menginterupsi setiap saat dengan pertanyaan.
14. Memiliki rasa humor.
15. Memiliki kemampuan komunikasi non-verbal
16. Menggunakan gerak tubuh seringkali.
17. Berjalan waktu berbicara.
18. Ada kontak mata secara intensif.
Program Pendidikan dan Pengembangan Anak (MOE-UNICEF 2001-2005 China) mempromosikan lingkungan ramah anak untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memastikan semua anak usia sekolah dapat tumbuh dan belajar di lingkungan yang aman, ramah dan tidak diskriminatif. Guru adalah faktor kunci bagi pewujudan sekolah ramah anak (SRA) dengan cara membantu meningkatkan minat anak-anak dalam pembelajaran, partisipasi dan pengungkapan pendapat (Daniel, 2010).
Guru yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku, bekerja keras, serta berkomitmen pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian mereka bukanlah pada buku teks atau kurikulum, tetapi pada anak! Mereka sangat menyadari beragamnya cara anak-anak belajar, perbedaan antar anak-anak dan pentingnya metode beragam untuk mendorong siswa mampu belajar. Anak-anak yang belajar dengan guru semacam itu tidak perlu lagi mengeluarkan uang tambahan untuk mengikuti les sepulang sekolah (Daniel, 2010).”

C. Mempersiapkan Pekerjaan Guru
Administrasi di sekolah dan pegawai sangat konsentrasi pada keseimbangan antara ketersediaan guru di sekolah dan kebutuhan mereka baik di sekolah distrik maupun di sekolah-sekolah private. Pada kurun waktu terakhir, kelebihan guru sangat begitu nyata. Dengan guru matematika, pendidka kejuruan, dan ilmu alam, banyak guru yang kesulitan menemukan pekerjaan. Beberapa tahun yang lalu, walaupun tidak ada mahasiswa dari berbagai jurusan dengan nilai-nilai yang bagus, dianggap memliki spesialiasi oleh orang banyak mengenai lapangan kerja guru. Idusti juga tertarik dengan guru yang memiliki keahlian dalam ilmu sains dan matematika, sebagian dikosongkan dengan pangkat mengajar. Pengunduran diri, termasuk pengunduran diri lebih awal, juga menambah pertumbuhan tingkat rendah guru secara nasional. Selain itu, ada kenaikan di kelahiran yang akan berdampak pada sekolah dasar pada tahun-tahun berikutnya. surplus mantan guru telah menyusut karena berbagai alasan. yang Hasilnya dari hal ini adalah bahwa calon guru dapat merasa lebih optimis sekarang daripada sebelumnya (Ronald W.R., 1990).
Dalam mempersiapkan untuk pasar pengajaran yang lebih baik, adalah penting bahwa kandidat dini dan serius berpikir tentang keinginan sekolah ciri-ciri administrator pada guru mereka. catatan akademis Calon, tentu saja, selalu dasar ketika mempertimbangkan kebutuhan negara dan standar kelembagaan. Selain portofolio akademik, bagaimanapun, terletak daerah yang lebih subjektif persiapan atau pengalaman di mana distrik sekolah paling mengharapkan tingkat kompetensi atau eksposur. Apakah adalah daerah yang berfokus pada pengalaman di luar wilayah sekolah. Khususnya para majikan yang potensial tertarik dalam pengetahuan profesional kandidat dan kepentingan luar. Pengalaman ini mungkin belum dihitung untuk kredit banyak transkrip, tetapi dalam jangka panjang mereka melengkapi penelitian kandidat. Seorang guru yang sukses, dipercaya, memiliki rekor skolastik yang baik dan berbagai kepentingan profesional dan umum (Ronald W.R., 1990).
Baru-baru ini, penulis mengamati bahwa banyak siswa tertarik pada jenis pertanyaan distrik sekolah meminta guru potensial pada aplikasi pekerjaan mereka. Akibatnya, sebuah aplikasi kerja diperoleh dari masing-masing-satu distrik sekolah empat puluh di daerah metropolitan St Louis, yang terdiri dari lokalitas, banyak item pada aplikasi berlaku untuk lokal yang lain. Pertanyaan diekstraksi tergolong apa siswa mulai harus sadar jauh sebelum lulus atau sertifikasi untuk mengajar (Ronald W.R., 1990).
Item berikut berputar di sekitar masalah yang dipilih dikutip pada mereka empat puluh satu aplikasi pekerjaan. Perhatian, sebagaimana disebutkan, dipilih secara khusus karena relevansi mereka untuk siswa mulai apa dalam pendidikan harus tahu. Daftar ini sedikit diubah agar sesuai dengan tujuan diskusi ini. Persentase kecamatan yang mengajukan pertanyaan adalah mencatat kurung berikut keprihatinan ini, tetapi sulit untuk menggeneralisasi berdasarkan persentase. Sebagai contoh, personil sekolah yang paling kabupaten mengajukan pertanyaan filosofis dalam wawancara pekerjaan, tapi ternyata tidak banyak meminta filosofi tertulis untuk menemani aplikasi. Sebagian besar kabupaten menganggap sekolah filsafat kandidat pendidikan sebagai penting dalam proses seleksi, tetapi mereka mengharapkan kandidat untuk menyatakan keyakinan tersebut pada tahap wawancara. Perlu diingat juga bahwa kutipan berikut dari aplikasi hanya bagian dari apa kabupaten ingin tahu tentang calon. Persentase kecamatan yang mengajukan pertanyaan adalah mencatat kurung berikut keprihatinan ini, tetapi sulit untuk menggeneralisasi berdasarkan persentase. Sebagai contoh, personil sekolah yang paling kabupaten mengajukan pertanyaan filosofis dalam wawancara pekerjaan, tapi ternyata tidak banyak meminta filosofi tertulis untuk menemani aplikasi. Sebagian besar kabupaten menganggap sekolah filsafat kandidat pendidikan sebagai penting dalam proses seleksi, tetapi mereka mengharapkan kandidat untuk menyatakan keyakinan tersebut pada tahap wawancara. Perlu diingat juga bahwa kutipan berikut dari aplikasi hanya bagian dari apa kabupaten ingin tahu tentang calon (Ronald W.R., 1990).
Dalam melihat masalah ini, jelas bahwa pengalaman dihargai, dan sukses baik dalam dan luar sekolah yang diinginkan. Calon yang memiliki keragaman kepentingan dan keterampilan dan menampilkan rasa komitmen untuk mengajar sebagai karir memiliki keuntungan. Ini tidak berarti bahwa keberhasilan dalam mengajar dianggap tergantung pada kepentingan yang seimbang dan kegiatan saja, tetapi lebih pada pengabdian untuk belajar dalam kombinasi dengan bunga luar. Produktif nilai tinggi diyakini tidak mencukupi dalam terang pertanyaan yang ditemukan pada aplikasi ini. Sebaliknya, itu adalah penerapan pengetahuan yang tampaknya penting. Sebagai contoh, pengelola sekolah ingin tahu tentang kandidat "kerja atau di luar pengalaman pendidikan," atau kegiatan pemohon dapat "sponsor" atau "langsung". Mereka juga ingin tahu apa "kualitas pribadi" individu memiliki yang akan meningkatkan kemampuan mengajar nya. Titik utama disimpulkan adalah ini: "Jika calon berkonsentrasi pada pengembangan diri dalam berbagai cara dalam studi preservice, prospek untuk meningkatkan kerja lumayan (Ronald W.R., 1990).
Wawancara itu sendiri tidak memiliki pola yang pasti antara kabupaten-kabupaten. Hal ini dapat diasumsikan, bagaimanapun, bahwa pewawancara belajar nilai-nilai calon tentang pengajaran melalui aplikasi. Aktivitas dan pengalaman dikutip tentang aplikasi ini adalah kendaraan yang sangat baik untuk diskusi. kredit akademik dapat dengan mudah dipastikan dan, tentu saja, mereka tidak dapat underplayed, namun lebih banyak faktor subyektif biasanya muncul dalam wawancara (Ronald W.R., 1990).
Beberapa kabupaten sekolah akan mengirim pejabat terkait, seperti pelaku atau pejabat personil, ke kampus-kampus perguruan tinggi yang dipilih untuk awal, wawancara singkat. Para pejabat tidak terikat oleh script, tetapi mereka sering cenderung bertanya mengapa calon telah, dan, khususnya, mengapa kandidat tertarik pada distrik sekolah mereka. Diskusi ini area fokus tajam pada ide-ide subjektif yang mencerminkan kepribadian dan karakter. Lain pertanyaan oleh pewawancara pusat saya pada pengetahuan calon tentang kurikulum dan pengajaran. Jika pewawancara terkesan dengan kandidat, dia dapat diundang untuk mengejar pembahasan lebih lanjut baik di kantor pusat distrik sekolah atau di distrik sekolah yang dipilih (Ronald W.R., 1990).
Calon harus terbuka untuk setiap topik diskusi, terlepas dari format atau gaya wawancara. Sekolah resmi biasanya tidak hanya mencari jawaban spesifik atas pertanyaan akademis tetapi juga jaminan bahwa kandidat yang mampu berpikir kreatif dan memiliki kepercayaan diri dan ketenangan. Lebih jauh, kemahiran dalam komunikasi tertulis dapat ditentukan selama wawancara. Bahkan nilai memuaskan pada tes bakat mungkin menjadi kebutuhan untuk pekerjaan (Ronald W.R., 1990).
Tidak ada jaminan bahwa peserta akan mendapatkan pekerjaan bahkan jika ia unggul dalam setiap aspek dari proses wawancara. Kepala sekolah atau direktur personil mungkin mencari jenis tertentu kepribadian untuk melengkapi yang dari fakultas lain dan administrator. Apapun, bijih informasi dan mengartikulasikan calon adalah, semakin besar nya kesempatan untuk kerja. Karena itu, kepentingan kandidat terbaik untuk benar-benar mempersiapkan tanggapan terhadap pertanyaan diantisipasi. Praktek tidak boleh mengurangi ketulusan calon atau spontanitas. Sebaliknya, harus meningkatkan kepercayaan diri seseorang ke lapangan berbagai pertanyaan (Ronald W.R., 1990).
Singkatnya, mencari pekerjaan adalah pengejaran yang sangat pribadi. Kandidat yang menyadari hal ini awal harus keuntungan. Ketika calon guru sekolah belajar apa kabupaten harapkan, mereka akan lebih siap. Hal ini dimungkinkan bagi siswa untuk berlatih untuk wawancara agar menjadi lebih artikulatif tentang tanggapan mereka, pertanyaan terutama untuk membuka-berakhir. Kesadaran dini harus bermanfaat bagi guru masa depan dan mereka yang akan segera di bawah arahannya (Ronald W.R., 1990).
D. Persediaan dan Permintaan Guru
Sebagaimana dibahas sebelumnya dalam bab ini, pejabat banyak sekolah umum mulai merasa prihatin dengan kurangnya guru untuk tingkat pendidikan banyak. Dalam dekade terakhir kebutuhan guru terutama terlihat dalam ilmu alam, matematika, dan pendidikan kejuruan. Kebutuhan ini dengan cepat memperluas untuk memasukkan spesialisasi lainnya. Sulit untuk generalisasi tentang penawaran dan permintaan karena ada variasi yang lebar antara daerah pedesaan dan perkotaan dan antara wilayah geografis di seluruh negeri. Sering, di satu wilayah metropolitan, guru dapat berhasil mencari pekerjaan hanya dengan pindah ke sebuah distrik sekolah yang lebih terpencil. Salah satu alasan mengapa calon yang sering masih menganggur adalah penolakan nya untuk bergerak atau pergi ke suatu tempat yang kurang diinginkan. Banyak guru keinginan pengaturan perkotaan, namun posisi mungkin akan lebih menarik di tempat lain dalam hal kondisi kerja atau status di masyarakat. Pedesaan sekolah dapat menawarkan "komunitas arti" sering kurang di kabupaten banyak sekolah perkotaan (Ronald W.R., 1990).

E. Apakah Mengajar Sebagai Profesi?
Tujuan profesionalisasi keguruan ini akhirnya bukan hanya menciptakan kesempatan bagi para guru untuk meningkatkan pendapatannya secara sah (legitimate). Yang lebih penting ialah menaikkan kompetensi para guru kita dalam kegiatan pembelajaran (teaching), kegiatan pelatihan (training), dan kegiatan pendidikan (educating) (Yosal Iriantara, 2008).
Secara umum, batas minimal profesionalitas keguruan ditentukan oleh definisi kita tentang kompetensi keguruan. Apa tugas guru? Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran saja, atau juga menyelenggarakan pelatihan dan kegiatan pendidikan? (Yosal Iriantara, 2008).
Pertanyaan ini pada gilirannya bergantung pada paradigma pendidikan yang kita ikuti. Jika kita ingin membentuk watak para murid, selain membimbing mereka memupuk pengetahuan dan keterampilan, mau tidak mau kita harus mengikuti paradigma klasik, yaitu pendidikan adalah kegiatan untuk memupuk keterampilan hidup, yaitu keterampilan menghidupi sendiri, keterampilan hidup secara bermakna, dan untuk turut memuliakan kehidupan (Yosal Iriantara, 2008).
Jika ini paradigma yang diikuti, berdasarkan pelajaran sejarah pendidikan universal, di sekolah para murid harus dibimbing untuk memupuk pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan kearifan (wisdom) (Yosal Iriantara, 2008).
Jika pandangan ini yang diikuti, profesionalitas keguruan sungguh bukan hal sederhana, yang cukup dipelajari sekali dalam hidup. Profesionalitas keguruan merupakan keterampilan yang kompleks, yang harus jelas dirinci untuk dapat dikuasai dengan baik oleh setiap guru (Yosal Iriantara, 2008).
Dedi Supriadi (alm) dalam bukunya bertajuk "Mengangkat Citra dan Martabat Guru" telah menjelaskan secara sederhana ketiga istilah tersebut. Profesi menunjuk pda suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan terhadap profesi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu profesi secara teori tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau disiapkan untuk itu (Suparlan, 2005).
Sementara profesional menunjuk pada dua hal. Pertama, menunjuk pada penampilan atau performance atau kinerja seseorang yang sesuai dengan tuntutan profesinya. Misalnya, 'pekerjaan itu dilaksanakan secara profesional'. Kedua, menunjuk pada orang yang melakukan pekerjaan itu, misalnya 'dia seorang profesional' (Suparlan, 2005).
Istilah profesionalisme menunjuk pada derajat penampilan atau performance seseorang dalam melaksanakan pekerjaan atau profesi. Ada yang profesionalismenya tinggi, sedang, dan ada pula yang rendah. Menurut Dedi Supriadi, profesionalisme menuntut tiga prinsip utama, yakni 'well educated, well trained, well paid' atau memperoleh pendidikan yang cukup, mendapatkan pelatihan yang memadai, dan menerima gaji yang memadai. Dengan kata lain profesionalisme menuntut pendidikan yang tinggi, kesempatan memperoleh pelatihan yang cukup, dan akhirnya memperoleh bayaran atau gaji yang memadai (Suparlan, 2005).
Dalam buku yang sama, Dedi Supriadi menjelaskan secara sederhana tentang ciri-ciri atau karakteristik suatu profesi. Pertama, profesi itu memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat. Sebagai contoh, dokter disebut profesi karena memiliki fungsi dan signifikasi sosial untuk memberikan layanan kesehatan bagi masyarakat. Demikian juga guru, memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak generasi muda bangsa. Kedua, profesi menuntut keterampilan tertentu yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang cukup yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan. Ketiga, profesi didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a systematic body of knowledge). Keempat, ada kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota beserta sanksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik tersebut. Pengawasan terhadap penegakan kode etik dilakukan oleh organisasi profesi yang bersangkutan. Kelima, sebagai konsekuensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok memperoleh imbalan finansial atau material (Suparlan, 2005).
Jika kelima ciri atau karakteristik profesi tersebut diterapkan kepada pekerjaan guru, maka tampak jelas bahwa guru memiliki kelima karakteristik tersebut, meskipun ada beberapa karakteristik yang belum sepenuhnya terpenuhi. Sebagai contoh, guru memiliki karakteristik pertama yang demikian jelas, yakni memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat. Karakteristik kedua, untuk dapat menjadi guru yang profesional, guru juga harus memiliki kompetensi yang tinggi. Untuk dapat memiliki kompetensi seperti itu maka guru harus memiliki disiplin ilmu yang diperoleh dari lembaga pendidikan, baik preservice education maupun inservice training yang akuntabel. Disiplin ilmu itu antara lain adalah pedagogi (membimbing anak). Inilah karakteristik yang ketiga. Karakteristik keempat memang kedodoran di Indonesia, yakni kode etik dan penegakan kode etik. PGRI memang telah menyusun kode etik Guru Indonesia, tetapi penegakannya memang belum berjalan. PGRI di masa lalu terlalu dekat dengan politik, dan kurang bergerak sebagai organisasi profesi. Penulis pernah mengikuti kegiatan konvensi NCSS (National Council for Social Studies) di Amerika Serikat. Organisasi ini memang organisasi profesi murni yang bidang kegiatannya memang menyangkut urusan profesi. Organisasi ini punya peranan penting dalam memberikan masukan penyempurnaan kurikulum social studies (IPS), inovasi tentang strategi dan metode pembelajaran IPS, media dan alat peraga, dan hal-hal yang terkait dengan profesi guru IPS. Apabila PGRI dalam menjadi induk bagi organisasi-organisasi guru mata pelajaran di Indonesia, alangkah idealnya. Ciri profesi yang kelima adalah adanya imbalan finansial dan material yang memadai. Dalam hal ini, gaji guru di Indonesia pada saat ini memang telah lebih baik jika dibandingkan dengan gaji guru pada tahun 60-an, yang pada ketika itu gaji profesi dalam bidang keuangan menjadikan iri bagi profesi lainnya. Gaji guru di Amerika Serikat pun pernah memprihatinkan. Pada tahun 1864, guru di Illionis digambarkan dengan citra yang memprihatinkan dilihat dari kesejahterannya, yakni 'has little brain and less money' atau 'punya otak kosong dan kantong melompong'. Dewasa ini, gambaran guru di Amerika Serikat tidaklah demikian lagi, karena kebanyakan guru di Amerika rata-rata merupakan tamatan perguruan tinggi, yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tetapi juga ekonomi dan sosial. Jikalau ingin pendidikan maju, dan para guru dapat memfokuskan diri dalam bidang profesinya sebagai guru --- bukan guru yang biasa di luar ---, maka gaji guru tidak boleh tidak memang harus memadai, setara dengan profesi lainnya, jika tidak bisa lebih tinggi. Dalam hal pemberian penghargaan kepada guru, aspek kesejahteraan dapat dipandang sebagai salah satu bentuk penghargaan secara materi, di samping bentuk penghargaan nonmateri, seperti pemberian piagam penghargaan berdasarkan prestasi kerja guru yang dapat dibanggakan. Adanya hyme guru memang dapat menjadi model penghargaan terhadap guru, meskipun ada orang yang berpendapat bahwa adanya hymne guru justru dipandang sebagai bentuk penghargaan semu (Suparlan, 2005).
Salah satu ciri sebagai profesi, guru harus memiliki kompetensi, sebagaimana dituntut oleh disiplin ilmu pendidikan (pedagogi) yang harus dikuasainya. Dalam hal kompetensi ini, Direktorat Tenaga Kependidikan telah memberikan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan perbuatan secara profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru (Suparlan, 2005).
Pada tahun 70-an, Direktorat Tenaga Teknis dan Pendidikan Guru (Dikgutentis) merumuskan sepuluh kompetensi guru, yakni: (1) memiliki kerpibadian sebagai guru, (2) menguasai landasan kependidikan, (3) menguasai bahan pelajaran, (4) Menyusun program pengajaran, (5) melaksanakan proses belajar mengajar, (6) melaksanakan proses penilaian pendidikan, (7) melaksanakan bimbingan, (8) melaksanakan administrasi sekolah, (9) menjalin kerja sama dan interaksi dengan guru sejawat dan masyarakat, (10) melaksanakan penelitian sederhana (Suparlan, 2005).
Pada tahun 2003, Direktorat Tenaga Kependidikan (nama baru Dikgutentis) telah mengeluarkan Standar Kompetensi Guru (SKG), yang terdiri atas tiga komponen yang saling kait mengait, yaitu (1) pengelolaan pembelajaran, (2) pengembangan potensi, dan (3) penguasaan akademik, yang dibungkus oleh aspek sikap dan kepribadian sebagai guru. Ketiga komponen kompetensi tersebut dijabarkan menjadi tujuh kompetensi dsasar, yaitu (1.1) penyusunan rencana pembelajaran, (1.2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (1.3) peniliaian prestasi belajar peserta didik, (1.4) pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian prestasi belajar peserta didik, (2) pengembangan profesi, (3.1) pemahaman wawasan kependidikan, dan (3.2) penguasaan bahan kajian akademik (sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan). Ketujuh kompetensi dasar guru tersebut dapat diukur dengan seperangkat indikator yang telah ditetapkan (Suparlan, 2005).
Sebagai perbandingan, Australia Barat dikenal memiliki 'Competency Framework for Teachers'. Kompetensi standar di Australia Barat ini meliputi lima dimensi, yakni; (1) facilitating student learning, (2) assessing student learning outcomes, (3) engaging in professional learning, (4) participating to curriculum and program initiatives in outcome focused environment, dan (5) forming partnerships within the school community. Dengan kata lain, lima bidang kompetensi dasar guru di Australia Barat adalah (1) memfasilitasi pembelajaran siswa, (2) menilai hasil belajar siswa, (3) melibatkan dalam pembelajaran profesional, (4) berperan serta untuk pengembangan program dan kurikulum dalam lingkungan yang berfokus kepada hasil belajar, (5) membangun kebersamaan dalam masyarakat sekolah. Lima dimensi tersebut memiliki indikator yang berbeda untuk tiga jenjang guru, yakni phase 1 (level 1), phase 2 (level 2), dan phase 3 (level 3) (Suparlan, 2005).
Jika dibandingkan dengan lima dimensi kompetensi di Australia Barat tersebut, maka tampaklah bahwa sepuluh kompetensi dasar menurut Dikgutentis agaknya jauh lebih lengkap, karena sudah mencakup kompetensi membangun kerjasama dengan sejawat dan masyarakat. Bahkan mencakup kemampuan mengadakan penelitian sederhana, misalnya mengadakan penelitian tindakan kelas atau classroom action research. Dalam hal ini, tujuh kompetensi dasar menurut Dit Tendik belum mencakup kompetensi membangun kerja sama dengan sejawat dan masyarakat (Suparlan, 2005).
Selama beberapa dekade pendidik telah memperdebatkan apakah mengajar atau tidak adalah profesi dalam pengertian klasik: apakah itu mencerminkan teknik intelektual yang tinggi dan memberikan layanan sosial yang sangat berharga? Awal pelopor pendidikan dianggap mengajar sebagai profesi dalam pengertian awal. Horace Mann, Henry Barnard, dan Edward A Sheldon, misalnya, semua pikiran pada abad kesembilan belas yang layak mengajar tempatnya di samping tradisional; profesi kedokteran dan hukum. Sebenarnya, dua terakhir profesi yang akademis tidak lebih baik dilihat dari mengajar sebagai karier. prestise mereka lebih tinggi, tetapi mereka juga, adalah benar-benar lemah sebuah profesi (Ronald W.R., 1990).
Sejarah pendidikan Asosiasi Nasional (NEA) paralles sejarah banyak pendidikan publik Amerika dan pendidikan guru. Ini Nea didirikan pada 1875, dan di alamat inaugurual untuk anggota pendirinya, seorang pendidik terkemuka sepanjang waktu mendesak Asosiasi untuk menjadi lebih profesional. Pada beberapa poin menekankan, ia berpendapat peraturan bahwa anggota menganggap-diri, standar untuk lisensi, dan pemeriksaan guru sebagai upaya penting. Sifat ini tentu masih merupakan apa yang biasanya keprihatinan profesional. Sayangnya, sejak 1857, bagaimanapun, personil mengajar di depan umum-taman kanak-kanak pendidikan melalui kelas-dua belas belum melakukan langkah besar untuk memenuhi tantangan ditetapkan dalam pidato pelantikan (Ronald W.R., 1990).
Menurut Ronal W. R. (1990), banyak pendidik oleh standar modern memikirkan sebuah profesi dalam hal kriteria inti sebagai berikut:
1. Karir komitmen seumur hidup
2. Layanan Sosial
3. Teknik Intelektual
4. Kode etik, dan
5. Independen relatif terhadap kinerja yang profesional penghakiman
Sebagian besar pembaca mungkin akan setuju bahwa calon guru yang altruistik dalam kaitannya dengan keinginan mereka untuk mengajar. Guru meninggalkan profesinya karena alasan berpenghasilan rendah, tetapi mereka masuk untuk tujuan idealis. Keinginan untuk membimbing anak-anak saya pertumbuhan dan pengembangan adalah sebagai motivasi untuk mengajar. Namun dalam konteks kriteria tersebut di atas ada banyak ruang untuk debat. pendidikan Guru dan kualitas kinerja sekolah umum berada di bawah api pada saat ini, sehingga teknik status intelektual, karena mereka berlaku untuk mengajar di sekolah umum, terbuka untuk pertanyaan (Ronald W.R., 1990).
Para penulis percaya mengajar di sekolah umum daun banyak yang harus diinginkan mengacu pada dua kriteria lain-kode etik dan penilaian independen. The NEA adalah satu-satunya badan yang komprehensif utama dari guru sekolah umum yang mencakup kode etik. Sayangnya, NEA kode etik telah sedikit diberlakukan selama enam puluh tahun eksistensi. Telah direvisi enam kali sejak 1929, namun saat ini tidak di pusat perhatian nasional. Kebanyakan pendidik sangat percaya bahwa jika pengajaran yang pernah t dianggap sebagai profesi yang benar, ia harus memiliki kode, jelas ditulis secara luas berlaku etika (Ronald W.R., 1990).
Sebuah konsekuensi ini upaya untuk profesionalisme pengajaran melalui kode etik adalah upaya untuk mencapai kemerdekaan yang lebih besar secara pribadi dan profesional secara kolektif. Kode etik dapat membantu menanamkan rasa yang lebih besar kepercayaan publik yang diperoleh, perizinan standar, pendidikan guru, dan kebebasan akademik semua bisa dibawa di bawah pengaruh praktisi sendiri. Tentu saja, mengajar adalah tidak seperti mengejar di sektor swasta karena ada pembatasan hukum dan sosial yang dikenakan atasnya (Ronald W.R., 1990).
Guru di sekolah umum secara hukum dan finansial tergantung pada masyarakat di mana mereka dipekerjakan. Dengan kata lain, mereka tidak bisa menetapkan upah mereka sendiri atau pilih klien mereka sendiri sebagai dokter atau pengacara bisa. Dewan pendidikan adalah agen utama untuk menetapkan kebijakan, sehingga guru dalam pencarian mereka untuk status profesional yang lebih tinggi. Guru tidak harus membandingkan diri dengan profesi yang lebih tradisional, melainkan dengan profesi apa yang disebut membantu publik seperti kerja sosial atau konseling. Pengajaran yang benar-benar berbeda dari kebanyakan karir, namun mampu yang status profesional. Sebuah gagasan sering dianggap remeh tentang adalah bahwa guru merupakan bagian dari pada "muncul" profesi, kuat dalam beberapa cara, lemah dalam lainnya (Ronald W.R., 1990).
The NEA menganggap itu sendiri, dengan perkiraan yang 1,9 juta anggota, baik sebagai sebuah asosiasi dan serikat buruh. Istilah yang terakhir, dalam beberapa tahun terakhir, sebagian ciri NEA tersebut. Anggota yakin, bagaimanapun, bahwa lingkup NEA jauh melebihi upah, jam, dan kondisi kerja; akibatnya, visi adalah baik ekonomi dan pendidikan. Demikian pula, Federasi Guru Amerika, AFT (AFL-CIO), sebuah organisasi dari sekitar 700.000 anggota, juga khawatir tentang tujuan ekonomi dan pendidikan (Ronald W.R., 1990).
Sejak dimulai pada tahun 1916, AFT telah serikat buruh dan percaya bahwa istilah "profesional" dapat digunakan sebagai alat untuk menjaga guru dari memainkan peran aktif dalam memajukan nasib mereka sendiri politik atau ekonomi. The AFT membuat permintaan maaf tidak untuk menjadi serikat.Hal ini juga, seperti NEA, memiliki keprihatinan asrama (Ronald W.R., 1990).
Di bawah naungan forum Carnegie tentang pendidikan dan ekonomi, AFT, NEA, dan lain-lain mengusulkan dewan guru nasional untuk menangani sertifikasi, standar, dan perilaku etis. Forum ini akan mengeluarkan sertifikat untuk memainkan peran yang kuat dalam mengembangkan standar akreditasi nasional untuk pendidikan guru melalui Dewan Nasional untuk Akreditasi Pendidikan Guru. The NEA juga, melalui kontrak dinegosiasikan dengan dewan sekolah, mulai mendapatkan suara lebih besar dalam pembuatan kebijakan dengan mendirikan komite penasihat untuk sejumlah dewan pendidikan. Profesionalisme sekarang termasuk keterlibatan guru dalam perumusan kebijakan pendidikan (Ronald W.R., 1990).

F. Sikap Masyarakat Tentang Guru dan Pengajaran
Untuk memilih mengajar sebagai karir adalah keputusan yang mempengaruhi kehidupan banyak orang. Anak-anak dan orang tua yang paling langsung terkena dampak dan kesejahteraan masyarakat, pada gilirannya, ditingkatkan atau dikurangi oleh sikap dan kinerja guru (Ronald W.R., 1990).
Salah satu alat terbaik pendidik dapat digunakan untuk mengevaluasi status mereka atau berdiri dengan konstituen mereka adalah jajak pendapat Gallup tahunan tentang sikap terhadap sekolah. Jajak pendapat ini pendidikan telah menawarkan beberapa wawasan yang berharga selama dua puluh tahun terakhir dan dalam arti tertentu telah melakukan perubahan dalam pendidikan umum (Ronald W.R., 1990).

G. Kompensasi Guru
Guru adalah ujung tombak pendidikan. Baik tidaknya kualitas pendidikan sebagian besar tergantung pada guru. Karena itu, beban guru sangatlah berat. Karenanya merupakan satu hal yang wajar jika kesejahteraan guru harus diperhatikan. Tetapi kesejahteraan guru bukanlah semata-mata adanya kenaikan gaji, melainkan juga berkaitan dengan sarana dan prasarana pendidikan. Mungkin kita harus dapat memahami bahwa seiring dengan peningkatan biaya pendidikan di daerah, maka porsi pembangunan fisik pendidikan akan terlihat jelas (Depdiknas, 2008).
Jika dilihat dari kecilnya anggaran sektor pendidikan secara nasional, pembangunan fisik harus ditekan seminimal mungkin. Tapi nyatanya justru saat ini banyak bangunan SD yang rusak dan tidak layak digunakan untuk belajar. Pembangunan fisik gedung memang terlihat secara kasatmata tetapi tidak demikian halnya pembangunan di bidang-bidang spritual, seperti pembinaan mental dan pencapaian pembelajaran siswa. Akan tetapi keduanya saling berhubungan (Depdiknas, 2008).
Rendahnya gaji yang diterima para guru menjadikan kurangnya rasa aman bagi guru. Aman dari ketakutan untuk tidak dapat berobat, aman dari ketakutan tidak punya rumah, aman dari tidak dapat memiliki sarana transportasi, aman dari ketakutan tidak dapat menyekolahkan anaknya dan aman dari kekurangan gizi. Untuk menghilangkan rasa ketidakamanan tersebut, ada guru yang memberikan les privat, berdagang, ngojek, makelar, bahkan ada yang terpaksa jadi penadah. Akibat adanya akitifitas-aktifitas tambahan tersebut sulit diharapkan dari seorang guru untuk sepenuhnya memusatkan tanggung jawabnya sebagai pendidik, yaitu memberikan bimbingan dan bantuan kepada anak didiknya melalui proses pembelajaran yang berkualitas (Depdiknas, 2008).
Dalam pelaksanaan manajemen pendidikan yang moderen, praktek guru mencari penghasilan tambahan dilarang, dan bagi pelanggarnya harus memilih untuk tetap bekerja sebagai guru atau meninggalkannya. Di negara yang mendudukkan pendidikan sebagai priortas utama, penghasilan guru demikian bersaing dengan profesi lain, sehingga larangan rangkap profesi dapat diterapkan. Oleh karena itu upaya apapun yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak akan dapat dicapai selama masalah jaminan kesejahteraan minimal seorang tenaga pengajar tidak dipenuhi (Depdiknas, 2008).
Guru di sekolah umum di seluruh bangsa umumnya dibayar oleh salah satu dari dua metode: jadwal gaji tunggal atau membayar jasa. Kebanyakan guru mendapat kompensasi untuk layanan mereka dengan metode pertama. jadwal gaji tahun Single mencerminkan keberhasilan mengajar dan pendidikan formal. Jadwal seringkali dinegosiasikan antara wakil dari dewan pendidikan, administrator dipilih di distrik, para guru (biasanya komite terpilih). Ketika dewan memberikan persetujuan akhir dari jadwal gaji yang diusulkan, jadwal dari berlaku untuk semua guru di daerah dari TK sampai dua belas kelas. Ini tidak selalu terjadi. Sampai awal 1920-an, jadwal sering sewenang-wenang dikembangkan oleh para administrator dan papan untuk guru SD dan SMP secara terpisah. Untungnya sekarang mengajar dinilai di semua tingkatan dan pahala lebih adil (Ronald W.R., 1990).
Jadwal gaji tunggal mencakup asumsi tertentu. Pertama, ada gaji awal yang disebut tetap yang biasanya meningkat dari tahun ke tahun, tapi diberi label "tetap" karena berlaku untuk semua guru dalam hal gaji mereka. Kedua. Ada kenaikan tahunan yang berlaku bagi semua guru dan mencerminkan pertumbuhan profesional dalam referensi ke tingkat yang lebih besar dari pendidikan dan peningkatan jumlah tahun mengajar berhasil. Akhirnya, ada "tetap" maksimum atau tutupnya keuangan yang merupakan puncak dari jadwal gaji. Banyak guru akan mencapai jumlah dolar maksimum jauh sebelum mereka pensiun, namun ada yang disebut meningkatkan umur panjang berkala sesudahnya (Ronald W.R., 1990).
Sejumlah kekuatan dan kelemahan yang ada sehubungan dengan jadwal gaji tunggal. Ini akan dibahas dalam bab-bab selanjutnya. Banyak guru telah lama mendukung jadwal gaji tunggal karena mereka seragam dibangun dan dikelola. Pengajaran sangat sulit untuk mendefinisikan dan mengukur, sehingga predicablity dari jadwal telah helpesd untuk menghapus bias dari segala jenis (Ronald W.R., 1990).
Tunjangan perkawinan, atau yang lainnya, adalah sarana utama lainnya merangsang kualitas iklan pembelajaran finansial guru menguntungkan untuk layanan mereka. Karena dorongan politik yang disediakan oleh laporan 1983 dari Nation At Risk, membayar jasa telah menerima lebih banyak perhatian. jadwal Merit telah metode sesekali untuk guru membayar, terutama sejak Perang Dunia II, tetapi membayar jasa belum diterima secara luas oleh para guru karena difficulity perumusan kriteria obyektif untuk digunakan dalam proses evaluasi. Kurangnya kepercayaan oleh para guru di evaluator sendiri juga masalah. Unsur bias seringkali terlalu sulit untuk mengontrol di tangan evaluator sakit-terlatih (Ronald W.R., 1990).
Meskipun kekhawatiran guru yang luas tentang aplikasi membayar merit, masyarakat kuat keinginan untuk menghargai guru commensurately dengan kinerja mereka. Argumen untuk ini akan ditinjau pada bab-bab selanjutnya, namun mungkin t membantu membahas secara singkat struktur jadwal membayar jasa. Umumnya, jasa jadwal membayar terdiri dari kategori kurang dari jadwal gaji tunggal. Penempatan berdasarkan kompetensi seseorang, nilai keseluruhan, pengalaman pendidikan sekolah,, dan kinerja kelas. Kategori-kategori, idealnya, kurang terstruktur karena guru dapat pindah ke kategori yang lebih tinggi sebagai meningkatkan kualitas. Evaluasi tahunan oleh administrator mewujudkan tentang kriteria yang sama dengan yang digunakan untuk keperluan gaji tunggal. Evaluasi, bagaimanapun, berarti lebih lanjut tentang jadwal merit karena guru mungkin direkomendasikan untuk kenaikan yang sangat tinggi, yang meningkatkan rata-rata, atau untuk tidak sama sekali. Pada jadwal gaji tunggal, kecuali guru adalah hakim yang sangat buruk atas dasar evaluasi, ada otomatis menaikkan diberikan. membayar Merit menimbulkan per tahun dapat mencapai $ 7.000 untuk beberapa guru (Ronald W.R., 1990).
Apa banyak negara sekarang melakukan adalah tangga karir disebut untuk guru-guru yang akan mencakup pertimbangan berjasa sebagai guru bergerak dari level masuk ke tingkat yang lebih ketat pasti kinerja akan lebih berat tertimbang (Ronald W.R., 1990).
Hal ini penting, pada titik ini, untuk menguraikan secara singkat salah satu contoh jenjang karir di Tennessee. Karena ada saat ini setidaknya empat puluh satu negara yang telah mulai mengembangkan dan rencana pilot-uji tangga karir atau insentif bagi guru, tidak benar-benar ada model satu. Tangga di Tennessee, bagaimanapun, juga menggambarkan gagasan pertumbuhan bagaimana profesional dapat didorong (Ronald W.R., 1990).
Secara singkat, ada tingkat karir lima di Tennessee Better School Program. Sertifikat percobaan (tingkat pertama) adalah non-terbarukan dan berlaku untuk guru tahun pertama yang akademis memenuhi syarat untuk mengajar dalam hal persiapan kolase dan yang lulus inti Baterai Guru Nasional Ujian. Sertifikat magang (tahap kedua) diberikan setelah selesai memuaskan tahun percobaan dan s berlaku selama tiga tahun, tapi itu adalah non-terbarukan. Evaluasi adalah komponen kunci dari periode magang guru (Ronald W.R., 1990).
Karir Tingkat I (tahap ketiga) terjadi kemudian dengan berhasil menyelesaikan tahap magang tiga tahun. Guru dalam tahap ketiga memiliki sertifikat diperpanjang lima tahun. Mereka mungkin tetap pada tingkat ini jika mereka tidak menginginkan klasifikasi lebih lanjut, namun, evaluasi guru tetap merupakan bagian integral dari pengalaman lima tahun. Karir tingkat II (empat tahap) didasarkan pada saat selesainya setidaknya satu pengalaman jenjang karir saya selama lima tahun sebagai juga terhadap evaluasi yang sukses dan tambah tanggung jawab instruksional. Karir tingkat III (tahap kelima) dapat dicapai setelah pengalaman sukses selama lima tahun sebagai seorang guru yang sukses karir II. evaluasi tambahan dan tanggung jawab diasumsikan jika kita ingin berhasil dalam mencapai tahap terakhir dari tangga karir (Ronald W.R., 1990).
Singkatnya, ketika guru telah memenuhi semua kriteria yang diperlukan pada setiap tingkat tangga, yang berarti setidaknya total empat belas tahun mengajar sukses, maka remunerasi yang lebih besar dan kepemimpinan instruksional sepadan menjadi aturan. keterlibatan intern, koordinasi kurikuler, dan inisiatif pembelajaran semua menjadi faktor penting dalam kemajuan. Hal ini diyakini bahwa guru akan dibedakan dengan usaha dan negara ability.as melanjutkan minat legislatif di daerah ini karir, status profesional akan secara umum terbarukan dan tunduk pada evaluasi. Segera, sebuah era baru akan ada di atas semua pendidik publik. Masih ada, sayangnya, tidak ada cara yang mudah untuk mendefinisikan dan mengukur pengajaran yang baik (Ronald W.R., 1990).

H. Uji Calon Guru
Sebelum tahun 1960-an jabatan guru demikian terpandang. Untuk menarik minat para pemuda, pemerintah memberikan ikatan dinas bagi mereka yang berkeinginan menjadi guru, sehingga banyak yang tertarik untuk memasuki LPTK. Namun demikian hal itu bukanlah daya tarik yang menggiurkan, karena kebijakan pemerintah itu tidak didukung kebijakan pemerintah memberikan insentif dan fasilitas bagi guru. Padahal peluang kerja lain yang lebih menjanjikan sangat terbuka lebar (Sudarwanto, 2009).
Dampaknya banyak guru yang penguasaan terhadap mata pelajaran yang diampunya rendah karena mereka yang memasuki lembaga pendidikan guru pada umumnya bukan mereka yang memilih jabatan guru sebagai pilihan yang pertama, tetapi banyak dari mereka yang memasuki pendidikan guru dikarenakan takut tidak diterima di perguruan tinggi lainnya (Sudarwanto, 2009).
Menurut UNESCO, bahwa guru sebagai agen pembawa perubahan yang mampu mendorong pemahaman dan toleransi diharapkan tidak hanya mampu mencerdaskan peserta didik tetapi juga harus mampu mengembangkan kepribadian yang utuh, berakhlak dan berkarakter. Untuk itu dibutuhkan suatu proses pendidikan guru yang secara professional dapat dipertanggungjawabkan (Sudarwanto, 2009).
Menurut Sudarwanto (2009), guru merupakan pekerjaan profesi. Dalam pelaksanaan tugasnya membutuhkan kemampuan teknis yang diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan, berupa perbuatan yang rasional dan memiliki spesifikasi tertentu dalam pelaksanaan tugasnya. Untuk menjadi guru yang baik maka dituntut adanya sejumlah kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu :
1. Menguasai landasan-landasan kependidikan
2. Penguasaan bahan/materi pelajaran
3. Kemampuan mengolah program kegiatan belajar mengajar
4. Kemampuan mengelola kelas
5. Kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar
6. Kemampuan menggunakan media dan sumber belajar
7. Kemampuan menilai hasil belajar/prestasi siswa
8. Kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi pendidikan
9. Kemampuan memahami prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pengajaran
10. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
Sosok guru yamg mampu mengemban tugas yang disebutkan di atas sebenarnya sudah diberikan moto oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Untuk dapat melaksanakan fungsi pertama, berarti guru haruslah berkepribadian yang utuh dengan kemampuan akademik dan profesional yang andal. Untuk dapat melaksanakan fungsi kedua dibutuhkan guru yang memahami dan menyayangi peserta didik. Sedangkan untuk dapat melaksanakan fungsi yang ketiga, guru harus terus memantau terus proses belajar peserta didik dan mendorong semangat belajar peserta didiknya. Akan tetapi sejauh ini moto tersebut seakan tidak bermakna karena tidak adanya pelaksanaan di lapangan (Sudarwanto, 2009).
Jadi untuk menyiapkan tenaga pendidik tidak hanya diperlukan suatu proses pendidikan akademik yang handal akan tetapi juga diperlukan suatu proses pendidikan yang mampu mengembangkan kepribadian dan karakter seorang pendidik (Sudarwanto, 2009).
Banyak negara mulai meningkatkan persyaratan formal untuk lisensi awal untuk mengajar dan menghibur proposal untuk menguji guru secara berkala saat mereka mengajukan permohonan perpanjangan izin mereka. Selain itu, Federasi Amerika guru sekarang menyerukan agar tingkat nasional dan ujian masuk dewan lokal untuk meng-upgrade seleksi guru. Juga, asosiasi Pendidikan nasional tidak merugikan untuk pengujian kompetensi entry-level. Kedua kelompok, bagaimanapun, ingin keterlibatan praktisi kuat jika pengujian tersebut berkembang. Sedangkan gerakan yang terakhir ini embrio dan akan memerlukan banyak negosiasi dengan semua pihak untuk mencapai konsensus, orang-orang memasuki profesi tersebut akan diuji di banyak negara agar memenuhi syarat untuk lisensi untuk mengajar. Masyarakat sangat percaya bahwa beberapa jenis os "boardexamination negara" harus ada untuk menguji tingkat pengetahuan daerah satu rencana untuk mengajarkan sebelum izin awal untuk mengajar diberikan. Sentimen ini kuat pada saat ini dan itu sejajar dengan sikap yang dimiliki oleh para profesional lain untuk menguji inisiat mereka, misalnya, akuntan, dokter mata, perawat, pengacara, dan dokter (Ronald W.R., 1990).
Contoh dari kepentingan negara adalah mendorong khususnya di selatan, untuk mengembangkan ujian kompetensi guru mulai dari tes tertulis keterampilan dasar untuk pengamatan kelas sistematis. Calon guru akan, dalam beberapa kasus, diperlukan untuk lulus ujian formal sebelum persiapan profesional serta untuk menunjukkan kompetensi khusus selama mengajar siswa. kompetensi tersebut akan mewujudkan keterampilan dalam perencanaan pembelajaran, prosedur kelas, dan kecakapan interpersonal (Ronald W.R., 1990).
Menyatakan akan bergabung dengan perguruan tinggi sendiri di usia ini pengujian. UKM guru akan mewujudkan program pendidikan, mungkin, sehingga disebut entarance dan pemeriksaan keluar norma-direferensikan di samping ujian negara sebelum ada kesepakatan tentang apa dan kapan tes pengujian harus terjadi. Beberapa kolase dan universitas hanya dapat meningkatkan tingkat peringkat persentil untuk penerimaan calon guru. Misalnya, jika lembaga mengharapkan skor minimal pada tes bakat scholactic (SAT) untuk penerimaan semua siswa, maka skor minimum dapat lebih tinggi untuk calon guru. Setelah mengakui, para guru di masa depan mungkin akan tunduk pada negara dan persyaratan minimum kelembagaan, seperti rata-rata titik tertentu kumulatif kelas, peningkatan persyaratan kursus di pendidikan umum dan khusus pengajaran, serta eksposur yang lebih besar kepada anak-anak sebelum mengajar siswa. Sebuah program pendidikan guru lima tahun juga menjadi lebih dari kenyataan (Ronald W.R., 1990).
Meskipun upaya ini dimaksudkan untuk memastikan efektifitas yang lebih besar di dalam kelas, beberapa peringatan harus dikutip dalam referensi pengujian formal. Ujian guru nasional, misalnya, telah ada selama bertahun-tahun dan digunakan sesekali oleh distrik sekolah, universitas mencakup program pendidikan guru, dan dengan tiga puluh negara untuk lisensi awal untuk mengajar. Uji ujian keaksaraan dalam pendidikan umum dan pengetahuan profesional, tetapi tidak memprediksi seberapa baik satu akan mengajar. Jelas, seorang guru masa depan harus memiliki pengetahuan dalam rangka untuk menginspirasi murid nya, tapi tes seperti itu tidak boleh ballyhooed luar niat mereka (Ronald W.R., 1990).
Sebuah tes nasional baru sedang dirancang, namun, untuk menggantikan akhirnya Guru Ujian Nasional. Tes yang diusulkan akan diberikan kepada calon guru pada tiga tahap persiapan dan awal karir. Bagian pertama akan menggunakan komputer untuk tes membaca, matematika, dan keterampilan menulis selama tahun kedua studi sarjana. Tes kedua akan menilai kecakapan dalam khusus mengajar seseorang dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip pedagogis pada akhir pelatihan guru. Awal guru akan mengambil bagian ketiga dari tes untuk seberapa baik mereka tampil di ruang kelas yang sebenarnya setelah mereka memiliki pengalaman diawasi. Tahap ini akan mencakup pengamatan dan simulasi komputer. Kekuatan ini ujian nasional adalah bahwa hal itu beragam dan termasuk kinerja klinis. Kognitif dan keterampilan afektif akan dinilai (Ronald W.R., 1990).
Jika tes kompetensi kertas dan pensil ujian, mereka dibatasi. tes seperti itu tidak dapat berhubungan baik dengan calon guru diajarkan dalam kolase. Waktu ujian tertulis mungkin terlalu terlambat untuk layar siswa secara efektif, yaitu, menjadi sebuah "lakukan atau mati" Situasi bagi mahasiswa jika tes datang pada akhir pendidikan preservice. Uji Kompetensi juga tidak mengukur creativety, antusiasme untuk mengajar, serta kita kemampuan untuk memotivasi anak-anak, yang semuanya merupakan karakteristik guru yang efektif. Selain itu, banyak guru yang berpotensi bagus mungkin gagal tes. Ujian tertulis, apakah mereka negara dimandatkan atau institusional dirancang pada tingkat lokal, harus digunakan secara bijak. Keaksaraan adalah satu hal, pengajaran yang sukses adalah lain. Dua konsep yang saling bergantung, jelas, tetapi pengajaran yang sukses adalah hutan dengan pengalaman klinis banyak dengan anak-anak dalam rangka teori sekering dengan praktek dan untuk memperbaiki keterampilan sosial dan pribadi. Domain afektif sangat penting. Keaksaraan tes harus dilihat dalam konteks domain ini (Ronald W.R., 1990).

I. Fleksibilitas Gelar Pendidikan
Banyak orang berpikir bahwa seorang individu yang menjadi utama pendidikan akhirnya mengajar di sekolah umum atau swasta untuk pemuda 5-18 tahun usia. Sampai sepuluh atau lima belas tahun lalu ini mungkin benar. Sebelum waktu itu, orang-orang yang mendapatkan gelar pendidikan dan memutuskan untuk tidak mengajar dengan cara konvensional sering merasa malu dan minta maaf ketika mereka sering pergi ke industri untuk karir. Hari ini, ini tidak lagi terjadi. Satu dapat utama dalam pendidikan dan melakukan sejumlah upaya sekolah tidak dengan koleksi keterampilan yang diperoleh dalam program pendidikan guru (Ronald W.R., 1990).
Sejak juta warga sekarang belajar di sekolah non pengaturan, peluang baru muncul bagi individu yang ingin mengajar, tapi mungkin dalam konteks yang berbeda dari kelas tradisional. Jumlah orang dewasa yang terlibat dalam situasi belajar di luar kelas perguruan tinggi sangat mengesankan. Dalam beberapa tahun terakhir, 12,4 juta orang yang terdaftar di perguruan tinggi, sementara 46 juta orang terdaftar dalam jenis lain dari program pendidikan. Sebagai contoh, beberapa kategori top di mana orang belajar berbagai keterampilan adalah sebagai berikut: (1) penyuluhan pertanian, (2) organisasi masyarakat, (3) bisnis dan industri, (4) asosiasi profesi, dan (5) rekreasi kota (Ronald W.R., 1990).
Amerika Serikat telah menjadi diversifikasi dalam bagaimana informasi dan keterampilan yang disampaikan. Sekolah adalah bagian proses belajar, tetapi pendidikan secara umum jauh melebihi sekolah. Orang-orang sekarang secara umum mengejar karir baru atau memperbarui keterampilan mereka sekarang. Mereka mungkin juga belajar keterampilan nonvocational atau karir hanya untuk pengayaan pribadi. Karena usia rata-rata inci ke atas, permintaan pendidikan baru akan terjadi, memerlukan spesialis untuk membantu peserta didik memenuhi harapan baru. dewasa muda dan warga senior tidak ingin kebutuhan intelektual mereka bertemu hanya dalam konteks perguruan tinggi yang mungkin terlalu formal atau membatasi (Ronald W.R., 1990).
Industri setelan lain di mana "sistem pribadi" pendidikan beroperasi. Spesialis disewa untuk menulis kurikulum untuk program pelatihan, untuk mengajarkan isi dari kurikulum tersebut, atau untuk paket konten dalam berbagai cara untuk memenuhi gaya belajar individu oleh, sarana komputer dan sarana audio dan visual lainnya. Departemen toko, rumah sakit, pabrik, dan rantai makanan cepat saji hanyalah beberapa contoh dari situs di mana formal dan belajar mengajar sedang dilakukan. Guru calon memiliki banyak pilihan karier. pendidikan fisik, misalnya, dulu dianggap sebagai hanya sekolah atau komunitas khusus keagenan. Sekarang, bagaimanapun, rekreasi, "kesehatan" dan dipilih kegiatan fisik seumur hidup benar-benar memiliki memiliki dampak terhadap industri. Bisnis mulai menyadari bahwa moral, efisiensi, dan kesehatan, biaya saling bergantung. Banyak bisnis, maaf untuk mengatakan, juga terlibat dalam mengejar keaksaraan karena begitu banyak karyawan tidak bisa membaca atau menulis secara efektif. Dengan kata lain, karir pilihan untuk orang-orang dengan gelar pendidikan bervariasi dan banyak (Ronald W.R., 1990).
Karir akan berada dalam keadaan fluks di hampir semua kategori. Pelatihan ulang dan keterampilan yang diperbaharui akan umum. Keadaan mengharuskan perubahan kegiatan pendidikan, baik formal maupun informal. Oleh karena itu, kesempatan untuk mengajar akan berada pada premi dalam berbagai cara. Guru dilatih dalam keterampilan pedagogi (anak-anak mengajar dan pemuda) dapat menguntungkan "memperlengkapi kembali" diri mereka sendiri dan mempelajari keterampilan Andragogi (mengajar orang dewasa). Andragogi kurang terstruktur dari pedagogi dan fokus berat pada kebutuhan individu dan tujuan (Ronald W.R., 1990).












BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1. Tantangan pengajaran bagi seorang guru berasal dari diri mereka sendiri, lingkan sekolah dan masyarakat.
2. Karakteristik untuk menjadi guru adalah sebuah seni, sehingga menjadi guru yang baik itu melibatkan panggilan, kemampuan intelektual dan penguasaan materi, karakter, talenta dan kemampuan berkomunikasi
3. Mempersiapkan pekerjaan guru harus didasarkan pada kebutuhan bagi tiap sekolah.
4. Persediaan dan permintaan guru dipengaruhi oleh factor wilayah dan kuarngnya spesialisasi pada bidang ilmu sains dan berhitung.
5. Mengajar sebagai profesi karena memiliki fungsi dan signifikansi sosial bagi masyarakat guru juga harus memiliki kompetensi yang tinggi, memiliki disiplin ilmu yang diperoleh dari lembaga pendidikan, baik preservice education maupun inservice training yang akuntabel, dan kode etik dan penegakan kode etik
6. Sikap masyarakat tentang guru dan pengajaran lebih cendrung pada aspek peranan guru dalam pendidikan
7. Kompensasi guru akan meningkat seirimg dengan tingkat profesionalnya.
8. Uji calon guru sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan aspek-aspek yang peting.
9. Fleksibilitas gelar pendidikan banyak diterapkan di Negara di Amerika, dimana Amerika Serikat telah menjadi diversifikasi dalam bagaimana informasi dan keterampilan yang disampaikan. Sekolah adalah bagian proses belajar, tetapi pendidikan secara umum jauh melebihi sekolah.



B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang mengajar sebagai karir.




























DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2008. Guru antara profesionalisme dan pekerjaan.
http://emteika.wordpress.com/2008/07/21/guru-antara-profesionalisme-dan-kesejahteraan/#more-24. Diakses Tanggal 21 Oktober 2010.

Iriantara, Yosal. 2010. Guru Perbaikan Kesejahteraan
http://www.opinianda.com/artikel/42-pendidikan/169-sertifikasi-guru-perbaikan-kesejahteraan-.html..Sertifikasi. Diakses Tanggal 21 Oktober 2010.

Ronda, Daniel. 2010. Membangun Karakter Guru Yang dicintai anak-anak.
http://www.yski.info/index.php?option=com_content&view=article&id=202:membangun-karakter-guru-yang-dicintai-anak-anak&catid=56:artikel-umum&Itemid=136. Diakses Tanggal 21 Oktober 2010.

Sudarwanto. 2009. Pengembangan Karir Guru.
http://mazdarwan66.files.wordpress.com/2009/10/karierguru.pdf. Diakses Tanggal 21 Oktober 2010.

Suparlan. 2005. Guru sebagai Profesi dan Standar Kompotensinya.
http://www.suparlan.com/pages/posts/guru-sebagai-profesi-dan-standar-kompetensinya44.php Diakses Tanggal 19 Oktober 2010.

Travess, P.d Ronald W. R. 1990. Foundation Of Education Becoming Teacher.
Chapter 1.

Makalah Tujuan Pembelajaran Biologi

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian dalam setting pembelajaran, tujuan merupakan pengikat segala aktivitas guru dan siswa. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang program pembelajaran.
Agar kegiatan belajar dan pembelajaran serta pemanfaatan seluruh sumber daya terarah untuk membantu siswa mencapai tingkat kemampuan tertentu, maka mutlak perlu ditetapkan tujuan pembelajaran. Di Indonesia aliran behavioisme telah mendominasi pengembangan kurikulum dan pengelolaan belajar dan pembelajaran. Selama bertahun-tahun pengelolaan pendidikan di Indonesia secara resmi di dasarkan pada paham behaviorisme yang terkenal dengan pendekatan PPSI atau Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional yang menggunakan rumusan tujuan pembelajaran dalam bentuk Tujuan Instruksional. Akan tetapi menurut paradigm baru, istilah ini bernuansa pendidikan yang berpusat pada guru dan erlu diubah menjadi pembelajaran yang lebih berorientasi kepada siswa sebagai pusat upaya pendidikan.


B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan tujuan pembelajaran?
2. Bagaimanakah pentingnya perumusan tujuan pembelajaran ?
3. Bagaimanakah tingkatan tujuan pendidikan?
4. Apakah yang dimaksud dengan tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus?
5. Bagaimanakah kata kerja operasional dalam rumusan tujuan pembelajaran?
6. Bagaimanakah kaitan antara tujuan pembelajaran dan Taxonomi Kemampuan?
7. Apakah yang menjadi syarat tujuan pembelajaran ?
C. TUJUAN
Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran?
2. Untuk mengetahui pentingnya perumusan tujuan pembelajaran.
3. Untuk mengetahui tingkatan tujuan pendidikan.
4. Untuk mengetahui tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.
5. Untuk mengetahui kata kerja operasional dalam rumusan tujuan pembelajaran
6. Untuk mengetahui kaitan antara tujuan pembelajaran dan taxonomi kemampuan.
7. Untuk mengetahui syarat tujuan pembelajaran .
D. MANFAAT
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman penulis dan rekan-rekan mahasiswa mengenai tujuan pembelajaran pada umumnya dan tujuan pembelajaran biologi pada khususnya.




































BAB II
PEMBAHASAN



A. Pengertian Tujuan Pembelajaran
Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia
Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran (Hamzah, 2008).
Walaupun terdapat perbedaan pendapat oleh para ahli mengenai tujuan pembelajaran, tetapi semuanya memberikan pemahaman yang sama, bahwa :
1. tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran;
2. tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik.
Menurut Made (2009) dalam proses pembelajaran, guru harus menetapkan terlebih dahulu tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Menurut taksonomi Bloom, secara teoritis tujuan pembelajaran dibagi atas tiga kategori, yaitu :
1. tujuan pembelajaran ranah kognitif
2. tujuan pembelajaran ranah efektif, dan
3. tujuan pembelajaran psikomotorik
Adanya perbedaan tujuan pembelajaran akan berimplikasi pula pada adanya perbedaan strategi pembelajaran yang harus ditetapkan. Jadi, dalam penerapan suatu strategi pembelajaran tidak bisa mengabaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai (Made, 2009).
Menurut Nana (2002), ada 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, baik bagi guru maupun siswa yaitu:
1. memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri;
2. memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
3. membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran;
4. memudahkan guru mengadakan penilaian.
Dijelaskan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.
Keberhasilan guru menerapkan suatu strategi pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran yang ada seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber belajar, dan karakteristik bidang studi. Hasil analisis terhadap kondisi pembelajaran tersebut dapat dijadikan pijakan dasar dalam menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan. Oleh karena itu tujuan pembelajaran menjadi bagian penting dalam pembelajaran.

B. Pentingnya Perumusan Tujuan Pembelajaran
Menurut Wina (2010) kriteria keberhasilan guru diukur oleh bagaimana aktivitas siswa untuk mempelajari bahan pelajaran serta seberapa banyak materi yang telah dikuasai sehingga mampu memengaruhi pola pikir siswa, sehingga ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merangcang suatu program pembelajaran, diantaranya :
1. Rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembelajaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu merupakan indicator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
2. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dan tepat dapat membimbing siswa dalam melaksanakan aktivitas belajar. Berkaitan dengan itu, guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa.
3. Tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain system pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode, dan strategi pembelajaran, alat media, dan sumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa.
4. Tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai control dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru bisa mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.
Dengan adanya tujuan pembelajaran guru maupun siswa dapat menyiapkan diri baik pengetahuan, keterampilan, maupun sikap untuk mengikuti proses pembelajaran secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Rumusan tujuan pembelajaran yang jelas juga sangat diperlukan oleh guru dan penyelenggaraan pendidikan untuk merancang dan menyediakan administrasi, sarana dan prasarana serta dukungan lain yang diperlukan (Abdorrakhman, 2008).



C. Tujuan Pembelajaran dalam Tingkatan Tujuan Pendidikan
Dalam klasifikasi tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran atau disebut juga dengan tujuan instruksional, merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefenisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan pembelajaran ini adalah tugas guru. Sebelum guru melakukan proses belajar mengajar, guru perlu merumuskan tujuan pembelajaran yang harus dikuasaioleh anak didik setelah mereka selesai pelajaran (Wina, 2010).
Bagaimana hubungan setiap kalsifikasi tujuan dari tujuan umum sampai tujuan khusus, dapat dilihat pada bagan di bawah
Arah pencapaian tujuan
Tujuan Pendidikan
Tujuan Institusional
Arah pencapaian tujuan
Tujuan Kurikuler
Tujuan Pembelajaran








Gambar 1. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan
Bagan tersebut menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional yang merupakan sasaran akhir dari proses pendidikan, melahirkan tujuan-tujuan institusional atau tujuan lembaga pendidikan. Tujuan lembaga pendidikan itu selanjutnya dijabarkan ke dalam beberapa tujuan kurikuler atau tujuan bidang studi, dan kemudian dijabarkan lagi ke daam tujuan pembelajaran, atau tujuan yang harus dicapai dalam satu kali pertemuan (Wina, 2010).
Walaupun tujuan yang dirumuskan guru adalah tujuan pembelajaran, namun jangan lupa bahwa sebenarnya tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan yang ada diatasnya, yaitu tujuan kurikuler yang bersumber dari tujuan institusional dan tujuan pendidikan nasional. Hal ini perlu dipahami,sebab dalam implementasi proses belajar mengajar guru sering terjebak dalam pencapaian tujuan yang sangat khusus, sehingga tujuan akhir seperti tercantum dalam tujuan pendidkan nasional menjadi terabaikan (Wina, 2010).

D. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) dan Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Menurut Abdorrakhman (2008), terdapat dua tujuan pembelajaran yaitu tujuan pembelajaran umum (TPU) dan tujuan pembelajaran khusus (TPK):
1. Pengertian dan Merumuskan Tujuan Pembelajaran Umum
Tujuan pembelajaran dapat dibedakan atas TPU adalah pernyataan tentang kemampuan atau tingkah laku siswa sebagai hasil belajar yang masih bersifat umum. Dikatakan umum disini karena kemampuan tersebut belum tegas dalam arti masih dalam bentuk kemampuan internal yang tidak teramati dan tidak terukur.

2. Pengertian dan Merumuskan Tujuan Pembelajaran Khusus
Berbeda dengan TPU, TPK adalah pernyataan tegas tentang kemampuan atau tingkah laku sebagai hasil belajar. Yang dimaksudkan tegas disini adalah menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur (observable dan measureable) (Abdorrakhman, 2008).
E. Kata Kerja Operasional dalam Tujuan Pembelajaran
Menurut Uwes (2010) kata kerja operasional dalam tujuan pembelajaran, yaitu :




F. Kaitan Antara Tujuan Pembelajaran Dan Taxonomi Kemampuan
Dalam menuliskan tujuan pembelajaran, selain ranah kemampuan hal lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat atau taxon kemampuan. Namun, untuk ranah keterampilan dan sikap, sebenarnya Bloom sendiri tidak menguraikannya menurut taxonomi (Abdorrakhman, 2008).
G. Syarat Tujuan Pembelajaran
Menurut Oemar (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima.








Menurut Uwes (2010) komponen tujuan pembelajaran, yaitu :
Komponen
A
- Audience
- Siapa yang belajar
B
- Behavior
- Kemampuan yang akan dicapai
C
- Condition
- Situasi/kondisi dimana kemampuan dilakukan
D
- Degree
- Derajat keberhasilan pencapaian kemampuan

Menurut Uwes (2010) syarat tujuan pembelajaran, yaitu :
1. Menggunakan kata kerja operasional
2. Mengandung unsur A, B, C, dan D atau
3. setidak-tidaknya A, B, dan C atau A, B,dan D paling minimal mengandung A, dan B
4. Dalam penulisan modul online, minimal mengandung unsur A, B, dan C atau A, B, dan D.
Dari keempat kriteria atau komponen dalam merumuskan tujuan pembelajaran, maka sebaiknya rumusan tujuan pembelajaran mengandung unsur ABCD, yaitu Audience (siapa yang harus memiliki kemampuan), Behavior (perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat dimiliki), Condition (dalam kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukkan kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperolehnya), dan Degree (kualitas atau kuantitas tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal) (Wina, 2010).





















BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi kesimpulan dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.
2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa
3. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahaman kita mengenai tujuan pembelajaran.












DAFTAR PUSTAKA
Chaeruman, Uwes. 2010. Desain Pembelajaran, Analisis Pembelajaran, dan
Tujuan Pembelajaran. http://teknologipendidikan.net

Gintings, Abdorrakhman. Esesnsi Praktis Belajar dan Pembelajaran.Humaniora.
Bandung.

Hamalik, Omar.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Bumi Aksara. Bandung.

Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses

Riyanto, Yatim. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana Prenada Media
Group. Jakarta.

Sanjaya, Wina. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Syaodih Sukmadinata, Nana. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek.PT Remaja Rosdakarya. Bandung
Uno, Hamzah B. 2008. Perencanaan Pembelajaran. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. PT Bumi
Aksara. Jakarta.
BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah salah satu sektor yang menjadi perhatian bagi kemajuan suatu negara, khususnya dalam era globalisasi. Melalui pendidikan diharapkan dapat mencetak manusia kreatif dalam mengambil langkah antisipatif terhadap keadaan dan masalah yang muncul akibat globalisasi tersebut. Pengaruh globalisasi ini akan berdampak kepada negara secara keseluruhan, olehnya itu keseluruhan negara harus betul-betul siap dalam menghadapi segala tantangan yang semakin berat.
Pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan dunianya dalam menghadapi segala tantangan global tersebut sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka serta pendekatan kreatif tanpa kehilangan identitas dirinya. Olehnya itu masalah pendidikan tidak akan pernah selesai sebab pada hakekatnya manusia sendiri harus selalu berkembang mengikuti dinamika kehidupan. Dalam keadaan seperti itulah pendidikan tetap memerlukan inovasi yang sesuai dengan ilmu pengetahuan dan tekhnologi tanpa menurunkan nilai-nilai kemanusiaan. Sehingga untuk menjadi bangsa yang kreatif dan maju, kita harus memacu diri untuk belajar terus-menerus dan mengembangkan sifat tekun, ulet, serta kerja keras yang tinggi.
Penggunaan media dalam belajar mengajar sangat menunjang keberhasilan tujuan secara efektif dan efisien. Oleh karena itu media pengajaran yang digunakan harus dapat meningkatkan prestasi siswa dan memperkecil kesulitan siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Untuk menyampaikan materi yang telah dirumuskan perlu media dengan mempertimbangan materi yang diajarkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media yang digunakan harus menarik dan inovatif sehingga dapat menarik minat siswa dalam mengajar, serta media pengajaran yang digunakan harus mengaktifkan siswa sehingga tercapai tujuan pembelajaran nasional.
Salah satu media yang dapat digunakan dalam membantu proses belajar mengajar adalah media interaktif. Teknologi Informasi menekankan pada pelaksanaan dan pemprosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi atau menampilkan data dengan menggunakan perangkat-perangkat teknologi elektronik terutama komputer. Makna teknologi informasi tersebut belum menggambarkan secara langsung kaitannya dengan sistem komunikasi, namum lebih pada pengolahan data dan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi menekankan pada penggunaan perangkat teknologi elektronika yang lebih menekankan pada aspek ketercapaian tujuan dalam proses komunikasi, sehingga data dan informasi yang diolah dengan teknologi informasi harus memenuhi kriteria komunikasi yang efektif.
Berdasarkan hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan terhadap siswa kelas X SMA Negeri 2 Bulukumba, memperlihatkan bahwa guru Biologi cenderung menerapkan metode ceramah, sehingga proses pembelajaran berpusat pada guru yang aktif menjelaskan sedangkan siswa bersifat pasif yang hanya mendengarkan dan mencatat saja. Hal ini tentu saja sangat membosankan bagi siswa itu sendiri sehingga mereka akan sulit untuk berkonsentrasi dan fikiran mereka pun melayang kemana-mana. Akibatnya hanya sedikit materi yang tersimpan dalam ingatan dan memori siswa. Padahal dalam pembelajaran biologi banyak materi yang dapat ditampilkan dengan menggunakan media interaktif ini termasuk materi jamur.
Dengan penggunaan media interaktif ini, siswa dapat dengan langsung melihat proses reproduksi jamur secara langsung tanpa perlu berkhayal lagi. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan adapun nilai rata-rata hasil ujian yang diperoleh pada ujian blok maupun ujian semester pada tahun sebelumnya, memperlihatkan hasil yang masih rendah yaitu masih banyak siswa yang memperoleh nilai 68 kebawah sementara nilai standar kelulusan yang telah ditetapkan disekolah yaitu 68 keatas.
Masalah rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa ini muncul karena kurangnya penggunaan media pembelajaran yang menyebabkan siswa sulit untuk memahami dan mengerti materi pelajaran. Selain itu juga penggunaan metode ceramah yang monoton sehingga terkadang membuat siswa jenuh dengan apa yang disampaikan oleh guru, siswa cenderung untuk bermain-main dan tidak semangat dalam kelas pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Akibatnya hanya sedikit materi yang tersimpan dalam ingatan siswa. Jika hal ini berlangsung terus-menerus dalam waktu yang lama maka minat, motivasi, aktivitas, dan hasil belajar siswa juga akan menurun. Padahal jika ditinjau dari segi ketersediaan infrastruktur dan sarana pembelajaran sudah sangat memadai karena telah dilengkapi media visual atau proyektor (LCD) maka sangat memungkinkan dilaksanakannya penggunaan media interaktif berbasis ICT (Information Communication and Technology) yang pernah dilaksanakan oleh guru-guru khususnya Biologi di sekolah tersebut. Oleh sebab itu peneliti mencoba mengangkat judul peningkatan hasil belajar biologi siswa kelas X melalui penggunaan media intaraktif berbasis ICT di SMA Negeri 2 Bulukumba.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah dan pemecahan masalah di atas maka rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana cara meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas X SMA Negeri 2 Bulukumba melalui penggunaan media interaktif.
2. Bagaimana cara meningkatkan aktivitas Belajar siswa kelas X SMA Negeri 2 Bulukumba.

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatan hasil belajar pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Bulukumba melalui penggunaan media interaktif.

D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Bagi guru, melalui penelitian tindakan kelas ini dapat meningkatkan profesionalisme sebagai guru utamanya melalui penggunaan media interaktif.
2. Bagi siswa, meningkatkan minat belajar siswa terhadap materi karena disajikan secara menarik dengan tampilan warna-warna yang atraktif sehingga tidak bersifat membosankan, dapat memudahkan siswa menyingkat materi yang berjumlah banyak karena materi yang disajikan dalam bentuk point-point.
3. Bagi sekolah, memberikan konstribusi yang positif terhadap sekolah dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran, khususnya Biologi.



































BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR


A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi Media
Menurut Sadiman (2005) media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan. Sedangkan Arsyad (1997) mengemukakan bahwa media dalam proses belajar mengajar diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. Asnawir dan Usman (2002) mengemukakan bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.
Media adalah kata jamak dari medium berasal dari kata latin memiliki arti perantara (between). Secara defenisi media adalah suatu perangkat yang dapat menyalurkan informasi dari sumber ke penerima informasi. Media dalam komunikasi merupakan bagian dari komponen yang tidak dapat tidak mesti ada, yaitu komunikator adalah seseorang yang menyampaikan informasi, komunikasi adalah seseorang yang menerima informasi, pesan merupakan isi yang disampaikan dalam berkomunikasi, dan media merupakan perangkat penyalur informasi. Jika satu dari empat komponen ini tidak ada, maka proses komunikasi tidak mungkin terjadi. Karena itu, media mempunyai makna jika dan hanya jika ketiga komponen lain ada. Jika tidak, maka media secara praktis dianggap tidak ada dan tidak perlu dibicarakan (Martinis dan Bansu, 2009).
Dalam dunia pendidikan, konsep komunikasi tidak banyak berbeda kecuali dalam aspek konteks berlangsungnya komunikasi itu. Dalam proses pembelajaran, sumber informasi adalah guru, siswa atau orang lain. Penerima informasi mungkin juga guru, siswa atau orang lain. Maka dalam hal ini media mendapat defenisi lebih khusus, yakni “teknologi pembawa pesan (informasi) yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (Schramm 1977 dalam Martinis dan Bansu, 2009), atau sarana fisik untuk menyampaikan isi/ materi pembelajaran (Briggs 1977 dalam Martinis dan Bansu, 2009).
Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performan mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Jadi, berdasarkan pengertian media di atas maka dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.
2. Media Interaktif
Media Interaktif adalah media pembelajaran yang mampu mengkondisikan situasi pembelajaran menjadi kondusif sehingga siswa dapat terlibat secara aktif baik fisik maupun mental.
Proses belajar mengajar (PBM) seringkali dihadapkan pada materi yang abstrak dan di luar pengalaman siswa sehari-hari, sehingga materi ini menjadi sulit diajarkan guru dan sulit dipahami siswa. Visualisasi adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengkonkritkan sesuatu yang abstrak. Gambar dua dimensi atau model tiga dimensi adalah visualisasi yang sering dilakukan dalam PBM. Pada era informatika visualisasi berkembang dalam bentuk gambar bergerak (animasi) yang dapat ditambahkan suara (audio). Sajian audio visual atau lebih dikenal dengan sebutan multimedia menjadikan visualisasi lebih menarik. ICT dalam hal ini komputer dengan dukungan multimedia dapat menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidimensional dengan percabangan tautan dan simpul secara interaktif. Tampilan tersebut akan membuat pengguna (user) lebih leluasa memilih, mensintesa ,dan mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahaminya. Walhasil komputer dapat mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena komputer tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang diinginkan. Iklim afektif ini akan melibatkan penggambaran ulang berbagai objek yang ada dalam pikiran siswa. Dan iklim inilah yang membuat tingkat retensi siswa pengguna komputer multimedia lebih tinggi dari pada bukan pengguna (Saroso, 2008 ).
Pembelajaran dengan menggunakan media interaktif memiliki banyak keuntungan dalam proses dan hasil pembelajaran yaitu :
a. Meningkatkan ketertarikan siswa terhadap pelajaran, memberikan variasi terhadap pola konvensional.
b. Meningkatkan motivasi dan daya dorong untuk terus belajar sesuai dengan alur program yang ditawarkan, dengan reward yang terprogram dalam computer.
c. Dapat digunakan untuk pembelajaran secara individual, tidak terbatas pada ruang kelas, dapat digunakan dimana saja.
d. Mengakomodasikan keberagaman kemampuan siswa antar lower, middle, dan higher.
e. Dengan kemampuan multimedia yang meliputi unsur video, animasi, sounds, grafis dan teks menjadikan pembelajaran interakif menjadi lebih hidup, dan tidak membosankan bagi siswa.
f. Sesuai riset yang dilakukan oleh banyak ahli, pembelajaran interaktif secara signifikan mampu meningkatkan hasil belajar siswa secara kualitas dan kuantitas.

3. Definisi Media Pembelajaran Berbasis ICT (Information and
Communication Technology)
a. Pengertian Media Pembelajaran Berbasis ICT (Information and Communication Technology)
Media berasal dari bahasa latin yaitu merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” atau “pengantar” yaitu sumber pesan dengan penerima pesan. Beberapa ahli memberikan definisi tntang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat bahwa media pembeljaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/ materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Sedangkan, National Education Assosiation (1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga pendapat diatas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektifitas pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengagan abad ke- 20 usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan internet.
Globalisasi telah memicu kecendrungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka dalam memanfaatkan berbagai teknologi (Mukhopadhyay dalam Wardiana, 2002). Media interaktif berbasis ICT digunakan, sebab sekarang ini kita tidak dapat menghindari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di segala bidang, terutama di bidang pendidikan. Untuk itu teknologi langsung yang berhubungan dengan pembelajaran adalah teknologi informasi dan komunikasi (Information Communication Technology).
Kata teknologi sering dipahami oleh orang awam sebagai sesuatu yang berupa mesin atau hal-hal yang berkaitan dengan prmesinan, namun sesungguhnya teknologi pendidikan memiliki makna yang lebih luas, karena teknologi pendidikan merupakan perpaduan dari unsur manusia, mesin, ide, prosedur, dan pengelolaannya (Hoba dalam Riyana, 2006) kemudian pengertian tersebut akan lebih jelas dengan pengertian bahwa pada hakikatnya teknologi adalah penerapan dari ilmu atau pengetahuan lain yang terorganisir ke dalam tugas-tugas praktis (Galbraith dalam Riyana, 2006). Keberadaan teknologi harus dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan efisiensi dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari masalah, sebab teknologi lahir dan dikembangkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, maka teknologi pendidikan juga dapat dipandang sebagai suatu produk dan proses (Sadiman dalam Riyana, 2006). Sebagai suatu produk teknologi pendidikan mudah dipahami karena sifatnya lebih konkrit seperti radio, televisi, proyektor, OHP (Riyana, 2006).
Sebagai sebuah proses teknologi pendidikan bersifat abstrak. Dalam hal ini teknologi pendidikan bisa dipahami sebagai sesuatu proses yang kompleks, dan terpadu yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan, dan organisasi untuk menganalisa masalah, mencari jalan untuk mengatasi permasalahan, melaksanakan, menilai, dan mengelola pemecahan masalah tersebut yang mencakup semua aspek belajar manusia (AECT dalam Riyana, 2006).
Menurut Riyana (2006), sebagai bagian dari pembelajaran teknologi/ICT memiliki tiga kedudukan yaitu :
1) Peran tambahan (suplemen)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan), pabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih, apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran melalui ICT atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran melalui ICT. Sekalipun sifatnya hanya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan. Walupun materi pembelajaran melalui ICT beperan sebagai suplemen, para dosen/guru tentunya akan senantiasa mendorong, menggugah, atau menganjurkan para peserta didiknya untuk mengakses materi pembelajaran melalui ICT yang telah disediakan.
2) Fungsi pelengkap (komplemen)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap), apabila materi pembelajaran melalui ICT diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Sebagai komplemen materi pembelajaran yang diterima peserta didik di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi pembelajaran melalui ICT diprogramkan untuk menjadi materi reinforcement (pengayaan) yang bersifat enrichment atau remedial bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran konvensional.
3) Fungsi pengganti (substitusi)
Tujuan dari fungsi pengganti (subtitusi) untuk membantu mempermudah para siswa mengelola kegiatan pembelajaran sehingga siswa dapat menyesuaikan waktu dan aktivitas lainnya.
Gambaran menganai pengetahuan seringakali dikaitkan dengan model saluran komunikasi, dimana komunikasi dipandang sebagai pertukaran informasi melalui suatu jalur diantara pihak-pihak yang terlibat. Dari perspektif tersebut, ICT dipandang
hanya sebagai sebuah alat yang menyediakan sebagai jalur komunikasi yang baru sehingga akhirnya memajukan proses komunikasi. (Albert dan Michael, 2008).
Beberapa manfaat media pengajaran dalam bentuk kartu indeks dan soal-soal terstrktur berbasis ICT, yaitu pada proses pembelajaran adalah :
1) Dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.
2) Dapat menagatasi hal-hal yang terlalu kompleks dan terlalu rumit untuk diamati.
3) Menghasilkan keseragaman pengamatan siswa terhadap sesuatu.
4) Membangkitkan keinginan dan minat belajar siswa yang baru, serta memberikan motivasi dan merangsang kegiatan belajar mengajar siswa.
5) Menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan.
6) Memperlancar pencapaian tujuan pembelajaran untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung pada model tersebut.
7) Membawa kesegaran dan variasi bagi pengalaman belajar siswa.
8) Memberikan umpan balik yang diperlukan yang dapat membantu siswa menemukan seberapa banyak yang telah mereka pelajari.
b. Pembagian media pembelajaran
Menurut Mang (2001) pembagian media pembelajaran yaitu :
1) Media/ Alat peraga komputer berupa program pelajaran internet.
2) Media/ Alat peraga perangkat nyata berupa model, peralatan kerja dan obyek.
3) Media/ Alat peraga media cetak berupa buku pelajaran, surat kabar, majalah, lembaran peraturan, kamus dan atlas.
4) Media/ Alat peraga bahan belajar/mengajar berupa plakat/poster, papan tulis, transparan, lembar kerja, buku tulis, papan peraga.
5) Media/ Alat peraga media audio-visual berupa film, video, foto transparan dan program multimedia.
Menurut Sappe (2004), dalam pelaksanaan pembelajaran, dikenal beberapa jenis media. Jenis media yang digunakan ditentukan oleh tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Arsyad (2002), mengungkapkan bahwa sejumlah media yang sering digunakan di Indonesia, yaitu (i) media tradisional, seperti (a) visual diam yang diproyeksiakan, misalnya opaquc (tak tembus pandang), proyeksi overhead, slides, dan filmstrips, (b) visual yang diproyeksikan, misalnya gambar atau poster, foto, grafik atau diagram, dan pameran, (c) audio, misalnya rekaman piringan dan pita kaset, (d) penyajian multimedia, misalnya slide plus suara (tape) dan multi image, (e) visual dinamis yang diproyeksikan, misalnya film, televise, dan video, (f) cetak, misalnya buku teks, modul atau teks terprogram, workbook, majalah ilmiah atau berkala, dan lembaran lepas, (g) permainan. Misalnya teka-teki, simulasi, dan permainan papan, (h) realia, misalnya model, specimen (contoh), manipulative (peta, boneka), dan (ii) media teknologi mutakhir, seperti (a) media berbasis telekomunikasi, misalnya telekonferen, dan kuliah jarak jauh, (b) media berbasis mikroprosesor, misalnya computer-assisted instruction, permainan komputer, sistem tutor inteligen, interaktif, hypermedia, dan compact (video) disc. Ouda (2007), membagi media menjadi dua bagaian yaitu media presentasi dan media interaktif. Sedangkan Mang (2001), memilih media menjadi lima, yaitu: (i) media komputer, contoh: media pembelajaran dan internet, (ii) media cetak, contoh: buku pelajaran, surat kabar, majalah, lembaran peraturan, kamus, dan atlas, (iii) media nyata, contoh: model, peralatan kerja, dan objek, (iv) media belajar/ mengajar, contoh: plakat/ poster, papan tulis, transparan, lembar kerja, buku tulis, dan papan peraga,dan (v) media audio-visual, contoh: film, video,dia/foto transparan, dan program multimedia.

c. Fungsi media
Menurut Wankat dan Oreonovicz (1993) dalam Made (2009), menjelaskan bahwa keuntungan utama media pembelajaran berbasis ICT adalah memeberi kemudahan bagi guru dalam mengembangkan materi pembelajaran lebih lanjut. Demikian pula pembelajaran berbasis ICT memiliki beberapa keuntungan antara lain sebagai berikut :
a. Dapat mengakomodasi siswa yang lamban karena dapat menciptakan iklim belajar yang efktif dengan cara yang lebih individual.
b. Dapat merangsang siswa untuk mengerjakan latihan karena tersedianya animasi, grafis, warna dan music.
c. Kendali berada pada siswa sehingga kecepatan belajar dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan.
Menurut Sappe (2004) manfaat media dalam proses belajar mengajar yaitu:
a. Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa.
b. Media dapat mengatasi objek yang terlalu kecil (yang tak dapat dilihat dengan mata telanjang).
c. Media dapat mengatasi gerakan yang terlalu lambat dan terlalu cepat.
d. Media dapat mengatasi hal-hal terlalu kompleks dan terlalu rumit untuk diamati.
e. Media dapat mengatasi hal-hal seperti peristiwa alam.
f. Media memungkinkan terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan dan masyarakat atau keadaan alamiah.
g. Media menghasilkan keseragaman pengamatan siswa terhadap sesuatu.
h. Media dapat menanamkan konsep dasar yang konkrit dan realitas.
i. Media dapat membangkitkan keinginan dam minat belajar yang baru serta membangkitkan motivasi dan merangsang kegiatan belajar mengajar siswa.
Menurut Sudjana (2005), manfaat media pembelajaran bagi siswa dalam proses belajar mengajar antara lain: (i) menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar; (ii) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa lebih menguasai tujuan pengajaran dengan lebih baik; (iii) metode pengajaran pun akan lebih bervariasi sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga dalam mengajar setiap jam pelajaran; (iv) siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar.
Media merupakan sarana yang bermanfaat bagi siswa. Beberapa manfaat media menurut Rahardjo (1991), yaitu: (i) meningkatkan motivasi belajar, (ii) memberikan variasi belajar, (iii) memberikan struktur yang memudahkan belajar, (iv) menyajikan inti informasi belajar, (v) memberikan sistematika belajar, (vi) menampilkan contoh yang selektif, dan (vii) merangsang siswa berfikir analisis. Hal ini terkait dengan materi pelajaran biologi, yang dalam proses pembelajaran kadang sulit dipahami oleh siswa, untuk menjadikan materi pelajaran yang sulit dipahami menjadi jelas dengan mudah dipahami, maka guru menggunakan media pembelajaran.
Jadi berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi media dalam proses belajar mengajar yaitu dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih aktif, menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, membuat proses belajar mengajar lebih menarik dan tidak membosankan serta memberikan variasi dalam belajar.

4. Hasil belajar
Menurut Danim (1995), belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara kontinyu, dari proses itu akan diperoleh sesuatu hasil yang disebut hasil belajar. Hudoyo (1990) memberikan batasan bahwa hasil belajar adalah proses berfikir menyusun hubungan-hubungan antara bagian-bagian interaksi yang telah diperoleh Dimyati dan Modjiono (2002) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.
Sasaran dari kegiatan belajar mengajar adalah hasil belajar. Apabila proses belajar mengajar berjalan dengan baik, maka hasil belajar juga baik, artinya hasil belajar harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pengajar dalam menyelesaikan suatu masalah dan sebagai pertimbangan dalam langkah selanjutnya. Adapun pengertian hasil belajar menurut Abdurrahman (1991) adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.
Sudjana (1989) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan suatu tindakan atau kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan instruksional telah dapat dicapai atau dikuasai oleh siswa dalam bentuk hasil-hasil belajar yang diperlihatkannya setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya (proses belajar mengajar). Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang-bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Hasil belajar merupakan prestasi yang dicapai oleh murid dalam bidang studi tertentu dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukuran keberhasilan belajar seseorang. Menurut Djamarah (1996), hasil belajar merupakan prestasi dan kesan-kesan yang diperoleh sehingga mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil aktivitas dalam belajar. Berdasarkan pendapat tentang hasil belajar diatas maka kegiatan belajar mengajar dapat digunakan sebagai ukuran tingkat penguasaan pengetahuan dan keterampilan siswa setelah melakukan kegiatan belajar dalam bidang tertentu.

5. Pembelajaran Konsep Jamur Dalam KTSP
Konsep jamur yang dipelajari oleh siswa kelas X merupakan salah satu materi yang terdapat kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) kelas X semester I, standar kompotensi 2 memahami prinsip-prinsip pengelompokan makhluk hidup, dan pada kompetensi dasar 2.4 mendeskripsikan ciri-ciri dan jenis-jenis jamur berdasarkan hasil pengamatan, percobaan dan kajian literatur serta perananya bagi kehidupan. Konsep ini cukup sulit dijelaskan oleh guru jika tidak menggunakan media pembelajaran. Hal ini disebabkan karena materi ini kebanyakan memuat hal-hal atau objek yang kurang jelas untuk diamati secara langsung.
Pada konsep ini membahas tentang ciri-ciri yang meliputi struktur tubuh, reproduksi dan daur hidup, jenis-jenis, serta klasifikasi dari jamur. Tanpa ada penjelasan dari guru mengenai penggunaan kartu indeks dan soal-soal terstruktur berbasis ICT, siswa akan kesulitan dalam memahami materi ini. Akibatnya presentasi atau materi yang disampaikan oleh guru tanpa menggunakan media tersebut akan membuat siswa merasa bosan sehingga akan berdampak pada hasil belajar yang rendah karena kurangnya pemahaman siswa.
Oleh karena itu sangat diperlukan adanya alat bantu dalam pembelajaran yaitu penggunaan media pengajaran visual dalam bentuk kartu indeks dan soal-soal terstruktur berbasis ICT. Media ini dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dengan objek pengamatan yang terlalu kecil dengan kata lain mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu. Selain itu penggunaan media ini akan menarik perhatian siswa dan membuat siswa tertarik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran sampai akhir jam pelajaran.

B. KERANGKA BERPIKIR
Salah satu hal yang dapat menarik perhatian siswa terhadap pelajaran yang akan diajarkan adalah penyajian materi yang lebih menarik serta komunikatif, sehingga siswa dapat memahami materi pelajaran dengan baik. Oleh karena itu, pada saat mengajar, seorang guru sebaiknya kreatif dalam menyajikan bahan pelajaran terutama dalam pembelajaran biologi. Salah satu sarana pembelajaran yang dapat digunakan adalah media pembelajaran yang tepat. Fungsi utama media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengjara oleh guru dan dapat memotivasi siwa untuk belajar lebih aktif, menumbuhkan rasa ingin tahu siswa, membuat proses belajar mengajar lebih menarik dan tidak membosankan serta memberikan variasi dalam belajar.
Media visual memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar. Media visual dapat memperlancar pemahaman dan memperkuat ingatan dengan memberikan hubungan antara isi materi pelajaran dengan dunia nyata sehingga menumbuhkan minat belajar siswa. Penggunaan media visual dalam bentuk media interaktif dapat membantu siswa dalam memahami materi pelajaran dengan objek pengamatan yang terlalu kecil atau dengan kata lain dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu. Selain itu penggunaan media interaktif dapat menarik perhatian siswa dan memotivasi siswa karena memberikan pengalaman belajar tersendiri bagi siswa, baik berupa kesan penglihatan ataupun kesan pendengaran, sehingga bahan yang diajarkan mudah diingat dan dipahami.
BAB III
PENUTUP



A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan penulis, maka dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan media interaktif berbasis Information, Communication, and Technology (ICT) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa kelas X SMA Negeri 2 Bulukumba pada konsep Jamur.

B. Saran
1. Sebaiknya dalam menyajikan materi, diharapkan selektif dalam memilih media yang tepat sesuai dengan materi yang akan diajarkan sehingga siswa lebih termotivasi dalam proses belajar yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Media interaktif dapat menjadi salah satu alternatif media pembelajaran yang dapat diterapkan pada pembelajaran Biologi untuk meningkatkan hasil belajar siswa.